Bulan yang menghangatkan ternyata kini berubah menjadi matahari yang yang menghanguskan, putih itu kini hitam, siang itu kini malam, malaikat itu kini iblis, cinta itu kini benci dan hidup itu kini mati, waktu yang kejam itu telah merubah semuanya.
Dia kekasih yang membuatku menagisi beribu-ribu tahun hasrat hatiku, beribu-ribu tahun laparnya jiwaku. Dia seseorang yang jiwaku mencintainya sebelum waktu di mulai. Dia adalah keindahan dalam tidurku, aku menyimpan suara hatinya yang mungkin akan berteriak bahkan dalam tidurku. Kekasih, dengan meninggalkanku sendirian disini berarti engkau telah mengubah kebahagianku menjadi derita yang berlipat ganda.
Ini kesadaran terhadap mimpi tentang kehidupan dan cinta, walau aku tahu tidak ada mimpi disini dan tidak ada kesadaran disana, semua hanyalah bayangan dari yang nyata. Banyak kabut bergelayutan disini, musim semi yang menghiburku, pohon-pohon itu menangis untukku, hati ini tertutup oleh tirai kesedihan, mengembara dalam kebisuan, dan aku mencoba tegak berdiri walau dibelai oleh kesengsaraan.
Banyak cahaya aneh yang memasuki matamu yang membuatmu buta akan aku, suara-suara gemerlap yang merubah pemikiranmu padaku, rasa-rasa hampa yang menipumu. Engkau lebih memilih nyata yang kemudian hampa dibanding bayangan yang akan menjadi nyata. Kenyataan tentang kisahnya yang telah terjadi ini amat sangat begitu meremukkan tulang-tulang hatiku, kejujuran itu amat sangat begitu pahit di jiwaku, mengapa engkau melakukan ini padaku yang sesungguhnya diluar kemampuanku. Tuhan cobaan ini amat begitu berat melebihi berat gunung-gunung dan dunia yang engkau ciptakan untukku. Dia mengambil kehidupanku dari kekasihku, dia membunuhku melalui kekasihku, iblis keriting itu telah merenggut kekasihku dan aku ingin mengikuti serta mengantarkannya menuju kuburan, kekasihku menjadikan aku tumbal demi terpuasnya kebahagiaannya. Dia telah memberiku kehidupan hingga dia memberiku kematian.
Sesungguhnya aku ingin memberontak melawan kehidupan dan waktu, walau aku tahu semua itu takkan mengubah musim gugur hatiku menjadi musim semi kembali.
Aku mempercayai kekasihku melebihi kepercayaan terhadap diriku sendiri dan dunia ini tapi kepercayaan ini bagai injakan gempa yang kemudian diterbangkan tiupan topan dan ditelan mulut lautan yang akhirnya meluluh lantakkan menara jiwaku, kertas putih itu kini ternodai tetesan tinta darah, seluruh panca inderaku seakan lumpuh dan beku, udara ini mencabik-cabik kulitku serta mencekik leherku saat aku tahu kisah sebenarnya tentang dirinya karena apa yang terjadi takkan pernah dapat di ulangi atau pun diperbaiki. Ternyata saat aku meninggalkan kekasihku rasanya telah lapuk dimakan waktu dan kekasihku tak kuat menahan godaan itu.
Aku datang padanya mendaki bukit-bukit kerinduan, terbang melintasi puncak-puncak gunung mimpi, menembus angin-angin yang tertawa dalam bulu-buluku, menyelami lautan kegelisahan demi untuk menemuinya tapi dari mulutnya yang busuk dipenuhi ulat-ulat kebohongan dan kepalsuan yang mengotori giginya keluarlah kata-katanya yang bagai meriam melubangi dadaku dan suaranya laksana tombak tak terhitung yang menuju tepat di jantung kehidupanku.
Kini dalam tidurku aku tak dapat lagi bermimpi, dalam mataku tak kudapati lagi keindahan dan aku terhimpit diantara wajah-wajah yang terbungkus. Bersamanya, banyak kehidupan yang tertangkap pada dinding-dinding kenangan yang membuatku menjadikannya kembaran hatiku.
Langit pun akan berbicara pada bumi, kekasih dengarkanlah aku dengan hatimu, janganlah engkau berbicara padaku tanpa menampakkan dirimu, jangan engkau menatapku seolah engkau melihat seseorang yang lain dalam diriku. Cabutlah pisau kebencian yang engkau tancapkan di ragaku, jangan biarkan darah yang panas ini mengalir memandikan tubuhku. Cukuplah nafas ini tercekik berjuang melewati tenggorakanku, hentikanlah perih yang mengoyak-ngoyak rasaku, jangan engkau menusukku lagi dengan rasa terbagi itu sehingga membuatku mengalami penderitaan tubuh dan jiwa.
Sesungguhnya jika engkau sadar, kita adalah dua jiwa yang dibungkus dalam satu jiwa. Bila bukan karena kehausan dan kelaparan hatiku padamu, aku tidak akan mencari atau menemuimu. Jangan buat hatimu lebih keras dari batu, seharusnya kita sadar dan bangkit dari kelalaian hidup ini. Jangan biarkan rasa itu lenyap bagai uap,
Dengan bisikan penuh harap yang hampir tak terdengar, aku akan mengetuk pintu-pintu jiwamu dengan tangan keyakinan karena engkau menguasai mimpi-mimpiku, pikiran-pikiranku dan menggoda hatiku melalui makna yang tersembunyi dan arti pentingmu yang dahsyat, engkau menembus jantungku dengan matamu yang indah. Jadikan aku cinta yang ditanamkan di pelupuk matamu dan aku tidak akan meninggalkanmu selama aku masih hidup. Ketahuilah Mata alam semesta akan selalu melihat kita dan perjalanan waktu akan membuktikannya.
SEJUJURNYA HAL INI TERLALU SAKIT UNTUK KURASAKAN DAN KU CERITAKAN
KARENA IBLIS KERITING ITU TELAH MERENGGUTNYA DARIKU
TUHAN KUATKAN AKU MENERIMA KENYATAAN YANG GELAP INI
DEMI RASA YANG DALAM INI AKU MENERIMA KEADAANNYA
AKU PERGI UNTUKNYA DAN DATANG KARENANYA
Original Created By : Revan Aditya
Selasa, 19 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar